Hipoventilasi adalah gangguan pernapasan yang ditandai dengan laju pernapasan yang terlalu lambat dan pendek. Akibatnya, kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak tercukupi dan karbon dioksida menumpuk di dalam darah. Kondisi ini harus ditangani oleh dokter.
Pada siklus pernapasan normal, oksigen yang telah dihirup dan masuk ke dalam paru-paru akan dibawa oleh darah ke seluruh jaringan tubuh, kemudian dikeluarkan kembali sebagai karbon dioksida.
Namun, pada penderita hipoventilasi, tubuh tidak dapat mengeluarkan karbon dioksida secara efektif. Kondisi ini disebabkan oleh buruknya pertukaran karbon dioksida dan oksigen di dalam paru-paru. Akibatnya, terjadi penumpukan karbon dioksida dalam darah.
Jika tidak segera ditangani, hipoventilasi dapat berujung pada komplikasi serius, mulai dari gagal jantung hingga koma.
Penyebab Hipoventilasi
Frekuensi pernapasan orang dewasa biasanya berkisar antara 12–20 kali per menit. Namun, pada penderita hipoventilasi, laju pernapasan bisa sangat rendah, yaitu 8–10 kali per menit.
Hipoventilasi disebabkan oleh beberapa masalah kesehatan. Berikut adalah kondisi yang dapat menyebabkan seseorang mengalami hipoventilasi:
- Gangguan fungsi otot karena masalah pada sel saraf, seperti myasthenia gravis dan atrofi otot tulang belakang
- Kelainan bentuk dada, seperti kifosis dan fibrothorax
- Sindrom hipoventilasi obesitas
- Cedera otak
- Sleep apnea
- Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Efek samping obat penenang, seperti barbiturat dan benzodiazepin
- Keracunan
Gejala Hipoventilasi
Gejala awal hipoventilasi sering kali tidak spesifik dan ringan, seperti pernapasan lambat dan kelelahan. Namun, jika tidak segera ditangani, hipoventilasi bisa menjadi makin parah sehingga menyebabkan beberapa gejala seperti berikut:
- Sesak napas atau pernapasan lambat
- Mual dan muntah
- Kelelahan
- Jantung berdetak cepat
- Sakit kepala
- Bibir, kulit, atau kuku membiru
- Kebingungan
- Perubahan kondisi mental, seperti cemas atau takut
Penanganan Hipoventilasi
Hipoventilasi parah dapat menyebabkan komplikasi serius yang bisa mengancam jiwa. Oleh karena itu, penanganan yang tepat segera dibutuhkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sebelum menentukan pengobatan, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan.
Pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan fisik dan wawancara (anamnesis). Selanjutnya, dokter akan menyarankan pemeriksaan penunjang berupa rontgen dada, tes darah, dan tes fungsi paru-paru. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis hipoventilasi.
Setelah mendapatkan diagnosis yang akurat, dokter akan memberikan beberapa penanganan untuk mengatasi sekaligus meringankan gejala yang timbul akibat hipoventilasi. Berikut adalah penanganan hipoventilasi:
1. Terapi oksigen
Sebagai pengobatan awal untuk gejala hipoventilasi ringan, dokter biasanya akan memberikan terapi oksigen. Terapi ini dilakukan untuk mengembalikan kadar oksigen normal.
Terapi oksigen dapat diberikan dalam beberapa alat bantu pernapasan, seperti nasal cannula, masker, atau trakeostomi, tergantung kebutuhan dan kondisi pasien.
2. Terapi positive airway pressure (PAP)
Jika hipoventilasi disebabkan oleh sleep apnea, dokter dapat merekomendasikan terapi positive airway pressure (PAP) untuk menjaga saluran napas tetap terbuka selama tidur. Terapi ini bekerja dengan cara mengalirkan udara dalam tekanan tertentu ke saluran udara paru-paru menggunakan mesin.
Terdapat tiga jenis alat terapi PAP yang bisa mengatasi gejala hipoventilasi akibat sleep apnea, yaitu continuous positive airway pressure (CPAP), automatic positive airway pressure (APAP), dan bilevel positive airway pressure (BiPAP).
Masing-masing alat tersebut memiliki cara kerja dan besar tekanan yang berbeda. Makanya, penggunaan alat tergantung pada kebutuhan dan kondisi pasien.
3. Detoksifikasi
Apabila hipoventilasi disebabkan oleh overdosis obat penenang, dokter biasanya memerlukan detoksifikasi untuk membersihkan zat atau obat dari dalam tubuh pasien. Detoksifikasi dilakukan dengan cara mengonsumsi obat yang dapat membalikkan efek obat penenang, misalnya naloxone untuk kasus overdosis opioid.
4. Ventilasi mekanis
Jenis terapi lain yang direkomendasikan untuk mengatasi hipoventilasi adalah pemasangan ventilasi mekanis. Terapi ini dilakukan dengan cara menyambungkan mesin ventilator ke selang napas yang menghubungkan mulut hingga trakea pasien, sehingga pernapasan bisa berjalan sebagaimana mestinya. Dengan begitu, gagal napas akibat hipoventilasi bisa dicegah.
5. Operasi
Bila hipoventilasi disebabkan oleh kelainan bentuk dada, operasi merupakan penanganan yang sesuai. Namun, operasi hanya dilakukan jika keluhan terasa sangat berat, atau sesuai dengan keparahan serta kondisi masing-masing pasien.
Jika Anda merasakan beberapa keluhan yang menyerupai gejala hipoventilasi, terlebih jika memiliki salah satu kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoventilasi, segera periksakan diri ke dokter. Dengan begitu, dokter bisa memberikan penanganan yang tepat sesegera mungkin, sehingga kemungkinan komplikasi akibat hipoventilasi pun bisa dicegah.