Penyebab migrain masih perlu diteliti lebih lanjut. Namun, kondisi ini diduga berkaitan dengan banyak faktor, antara lain hormon, genetik, lingkungan, dan gaya hidup.
Kadar hormon serotonin yang seimbang memiliki banyak fungsi dalam tubuh. Ketika jumlah serotonin tinggi, pembuluh darah akan menyempit. Sebaliknya, saat kadar serotonin rendah, pembuluh darah akan membengkak. Ketidakseimbangan pada kadar serotonin inilah yang menyebabkan peradangan dan nyeri.
Migrain juga mungkin disebabkan oleh faktor genetik. Artinya, migrain bisa dialami oleh orang yang orang tuanya memiliki kondisi yang sama.
Faktor Risiko Migrain
Migrain bisa menyerang siapa saja, baik orang dewasa maupun anak-anak. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya migrain. Berikut adalah penjelasannya:
Memiliki orang tua yang menderita migrain
Seseorang lebih berisiko mengalami migrain bila orang tuanya juga memiliki kondisi yang sama. Jika salah satu orang tua menderita migrain, anak memiliki risiko sekitar 50% untuk terkena migrain. Sementara itu, bila migrain dialami oleh kedua orang tua, risiko anak untuk terserang kondisi yang sama meningkat hingga sekitar 75%.
Berjenis kelamin wanita
Migrain lebih banyak dialami oleh wanita, karena diduga terkait dengan perubahan hormon. Kadar hormon dalam tubuh bisa berubah karena sedang menstruasi atau dalam masa kehamilan. Oleh karena itu, beberapa wanita dapat mengalami migrain pada hari pertama menstruasi atau selama kehamilan.
Penggunaan alat kontrasepsi juga bisa memengaruhi terjadinya migrain pada wanita. Keluhan migrain umumnya akan berkurang setelah menopause.
Berusia sekitar 10–40 tahun
Migrain bisa muncul pada usia berapa pun, tetapi kebanyakan orang mengalaminya pada usia 10–40 tahun. Bila Anda mengalami migrain, keluhan ini mungkin akan membaik atau bahkan sembuh ketika memasuki usia 50 tahun.
Menderita penyakit tertentu
Gangguan kesehatan tertentu, seperti depresi atau gangguan kecemasan, dapat meningkatkan risiko terjadinya migrain. Hal ini karena depresi atau gangguan kecemasan bisa menurunkan kualitas tidur penderitanya sehingga akan lebih mudah terkena migrain.
Penyakit lain, seperti epilepsi atau gangguan bipolar, juga bisa meningkatkan risiko penderitanya mengalami migrain.
Merokok
Perokok aktif lebih berisiko terkena migrain daripada orang yang tidak merokok. Kondisi ini bisa terjadi karena kandungan nikotin dalam rokok dapat mempersempit pembuluh darah. Hal ini membuat aliran darah ke otak berkurang sehingga menyebabkan migrain. Meski begitu, kaitan antara kebiasaan merokok dan migrain masih perlu diteliti lebih lanjut.